Perjanjian Sewa menyewa
Pengertian perjanjian sewa menyewa
adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu
waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga (Pasal 1548 KUHPerdata). Dalam
perjanjian sewa menyewa yang diserahkan adalah kenikmatan suatu barang yang
meliputi pemakaian dan pemungutan hasil atas barang tersebut. Dari pengertian
perjanjian sewa menyewa tersebut dapat disimpulkan adanya beberapa unsur dalam
perjanjian sewa menyewa, yaitu:
a.
unsur
benda
b.
unsur
waktu
c.
unsur
harga
Perjanjian sewa menyewa bersifat persoonlijk, artinya perjanjian sewa
menyewa hanya berlaku bagi orang tertentu saja, maksudnya perjanjian ini hanya
berlaku bagi pihak penyewa dan yang menyewakan saja. Selain itu bersifat hak kebendaan, artinya
hak sewa mengikuti bendanya (droit de suit atau zaakgevolg). Hal itu tersimpul
dari ketentuan Pasal 1576 KUHPerdata yang menyetakan bahwa dengan dijualnya
barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan
kecuali apabila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Berlakulah
asas koop breeks geen huur, artinya jual beli tidak menghentikan sewa menyewa.
Kewajiban pokok pihak yang menyewakan
adalah:
a.
menyerahkan
barang yang disewakan kepada penyewa.
b.
memelihara
barang yang disewakan sedemikian sehingga barang tersebut dapat dipakai si
penyewa.
c.
memberikan
kenikmatan yang tentram selama masa
sewa, artinya pihak yang menyewakan wajib menangkis tuntutan-tuntutan hukum
daari pihak ke tiga.
Sebaliknya kewajiban penyewa adalah:
a.
menggunakan
barang yang disewa sebagai bapak rumah tangga yang baik (als
een
goedvader)
b.
membayar
uang sewa pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.
c.
mengembalikan
barang yang disewanya dalam keadaan baik
d.
bertanggung
jawab terhadap segala kerusakan yang timbul, kecuali diluar kesalahannya.
Lebih lanjut ketentuan Pasal 1561
KUHPerdata menyebutkan bahwa jika penyewa menggunakan barang yang disewanya
tidak sesuai dengan tujuan pemakaiannya atau menyebabkan kerugian pada pihak
yang menyewakan, maka pihak yang menyewakan dapat minta pembatalan sewanya.
Risiko dalam perjanjian sewa menyewa
diatur dalam Pasal 1553 KUHPerdata yang menyebutkan jika selama perjanjian sewa
menyewa barang yang disewakan musnah karena kejadian yang tidak disengaja, maka
perjanjian sewa menyewa gugur demi hukum. Dari pasal ini dapat disimpulkan
bahwa jika terjadi keadaan memaksa (overmacht) maka risiko ada pada pihak yang
menyewa.
Dalam hal berakhirnya perjanjian sewa
menyewa, ada dua cara untuk mengetahui berakhirnya perjanjian sewa menyewa
tersebut, yaitu:
a.
perjanjian
sewa menyewa berakhir demi hukum, yaitu lampaunya waktu yang telah
ditentukan.
b.
perjanjian
sewa menyewa berakhir setelah dihentikan dengan memperhatikan
tenggang
waktu menurut kebiasaan.
c.
Perjanjian
Pemberian Kuasa. Pemberian kuasa (lastgeving) adalah suatu perjanjian dengan
mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk
atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Pihak-pihak dalam perjanjian
pemberian kuasa adalah pemberi kuasa dan penerima kuasa/juru kuasa. Adapun yang
dapat dikuasakan adalah penyelenggaraan suatu urusan (suatu perbuatan hukum).
Artinya tidak setiap perbuatan hukum dapat dikuasakan kepada orang lain. Hal
yang berkaitan erat dengan pribadi seseorang tidak dapat dikuasakan. Penerima
kuasa melakukan suatu perbuatan hukum batas nama atau mewakili orang yang
memberi kuasa.
Bentuk perjanjian pemberian kuasa adalah
bebas (Pasal 1793 KUHPerdata), karena perjanjian pemberian kuasa merupakan
perjanjian konsensuil. Jadi bentuk perjanjiannya bisa lisan atau tertulis.
Ada beberapa macam pemberian kuasa
menurut Pasal 1795 KUHPerdata, yang meliputi:
a.
Kuasa
Umum, hanya memberikan kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan
pengurusan (beheeren).
b.
Kuasa
Khusus, memberikan kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang
harus disebutkan secara tegas, misalnya ketentuan Pasal 123 HIR yang menyatakan
surat kuasa untuk beracara dimuka pengadilan disyaratkan suatu kuasa khusus
tertulis.
Kewajiban si kuasa ada tiga, yaitu:
a.
menyelesaikan
urusan yang telah dimulai dikerjakannya pada waktu pemberi kuasa meninggal dan
menanggung segala biaya, kerugian, bunga yang sekirannya dapat timbul karena
tidak dilaksanakannya kuasa tersebut (Pasal 1800 KUHPerdata)
b.
membuat
laporan tentang apa yang telah diperbuatnya (Pasal 1802 KUHPerdata)
c.
bertanggung
jawab jika ia menggunakan hak substitusi (hak untuk menunjuk orang lain sebagai
penggantinya dalam melaksanakan kuasanya) (Pasal 1803 KUHPerdata).
Sedangkan kewajiban pemberi kuasa ada
empat, yaitu:
a.
memenuhi
perikatan-perikatan yang dibuat oleh si kuasa (Pasal 1807 KUHPerdata).
b.
mengembalikan
persekot-persekot dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh si kuasa untuk
melaksanakan kuaasnya (Pasal 1808 KUHPerdata).
c.
memberikan
ganti rugi yang diderita si kuasa sewaktu manjalankan kuasanya (Pasal 1809
KUHPerdata).
d.
membayar
bunga atas persekot-persekot yang telah dikeluarkan oleh si kuasa (Pasal 1810
KUHPerdata).
Di dalam perjanjian kuasa juga dikenal
suatu hak yang disebut hak retensi, yaitu hak untuk menahan barang milik
pemberi kuasa, sampai pemberi kuasa memenuhi segala kewajibannya terhadap si kuasa.
Berakhirnya perjanjian pemberian kuasa
diatur dalam Pasal 1813 KUHPerdata. Ada tiga cara untuk berakhirnya perjanjian
pemberian kuasa, yaitu;
a.
dengan
ditariknya kembali kuasanya si kuasa.
b.
dengan
pemberitahuan penghentian kuasa oleh si kuaas..
c.
dengan
meninggalnya, pengampuan atau pailitnya pemberi kuasa maupun si si kuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar